Pada banyak kesempatan lain, akun tersebut telah menerima ‘bocoran’ dari pekerja startup tentang budaya kerja yang bermasalah di perusahaan mereka. Ada kisah tentang pemimpin yang tidak kompeten, kurangnya kompensasi lembur, dan eksploitasi pekerja magang. Seringkali perusahaan yang disebutkan oleh Ecommurz dalam unggahan tersebut akan mengeluarkan tanggapan resmi atas klaim tersebut. Dalam satu kasus yang mendapat perhatian publik, sebuah startup pendidikan raksasa yang dituduh mengeksploitasi pekerja magang mengeluarkan pernyataan resmi yang berjanji untuk memperbaiki sistem mereka. Mengingat minimnya organisasi pekerja yang tepat dan terbatasnya akuntabilitas banyak perusahaan rintisan Indonesia, Ecommurz menjadi platform yang, meskipun kemampuannya terbatas, dapat memengaruhi ekosistem perusahaan rintisan Indonesia. Seperti yang dikomentari oleh Chief Technological Officer di sebuah perusahaan rintisan pertanian, ‘Terkadang, saya juga merenungkan apakah saya [salah satu] bos (perusahaan rintisan) yang digambarkan dalam postingan ini’. Dengan demikian, meme Ecommurz dapat memacu beberapa eksekutif perusahaan rintisan untuk menghasilkan budaya perusahaan yang lebih baik.
Sejauh mana Ecommurz dan akun-akun sejenisnya dapat menghasilkan perubahan yang signifikan masih belum jelas. Bagaimanapun, konsumsi meme sebagian besar bersifat sementara dan terbatas pada media sosial. Akun-akun meme juga seharusnya tidak bertugas menghadirkan budaya kerja yang sehat bagi perusahaan rintisan Indonesia. Tanggung jawab ini seharusnya berada di tangan para pelaku utama dalam industri ini, perusahaan rintisan itu sendiri, pemodal ventura, dan pejabat pemerintah yang mengkhotbahkan masa depan Indonesia yang ideal yang digerakkan oleh ekonomi digital.
Ibnu Nadzir ([email protected]) adalah mahasiswa PhD dari UCL (University College London), Jurusan Antropologi, yang sedang mengerjakan tesisnya tentang sosialitas ekosistem perusahaan rintisan di Indonesia.